Minggu, 29 Mei 2011

Teori Kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan situasional YAITU kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara;

1.Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (prilaku tugas)

2.Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin (prilaku hubungan)

3.Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).

Untuk lebih mengerti secara mendalam tentang Kepemimpinan Situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah:

1. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu.

2. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.

Terdapat 4 gaya kepemimpinan yaitu:

1. Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan (TELLING-DIRECTING)

2. Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (SELLING-COACHING)

3. Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama (PARTICIPATING-SUPPORTING)

4. Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian (DELEGATING)

Rahasia Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi apapun, kepemimpinan memegang peran yang penting. Bahkan segala sesuatu akan bangkit dan jatuh karena kepemimpinan. Salah satu konsep kepemimpinan yang ditawarkan oleh praktisi manajemen di Amerika adalah konsep SERVE yang dalam bahasa Indonesia berarti Melayani. Konsep utamanya ialah bahwa, apapun jabatan atau kedudukan formalnya, orang-orang yang ingin menjadi pemimpin besar harus mempunyai sikap melayani orang lain. Melalui buku “The Secret – Rahasia Kepemimpinan” oleh Ken Blanchard dan Mark Miller, konsep SERVE dijelaskan secara singkat tapi lugas. Berikut cuplikan buku tersebut yang secara kebetulan buku tersebut adalah kado ulang tahun dari staf saya, Dini Wulansari.

SERVE sendiri merupakan singkatan dari lima kata kunci yaitu:

S- See the Future (Melihat Masa Depan)

E- Engage and Develop Others (Libatkan dan Kembangkan Orang Lain)

R- Reinvent Continuously (Temukan Kembali Terus Menerus)

V- Value Results and Relationship (Hargai Hasil dan Hubungan)

E- Embody The Values (Mewujudkan Nilai)

Huruf pertama S- See the Future mempunyai makna bahwa para pemimpin harus bersedia dan sanggup membantu orang-orang yang mereka melihat tujuannya, dan juga keuntungan-keuntungan melangkah kearah sana. Setiap orang perlu melihat dirinya, kemana mereka pergi, dan apa yang akan menuntun perjalanan mereka.

Huruf kedua E dalam SERVE menjelaskan bahwa Engange and Develop Others (Libatkan dan Kembangkan Orang Lain) ada dua hal yaitu pertama, merekrut atau memilih orang yang tepat untuk tugas yang tepat. Itu berarti mempunyai pemain-pemain yang tepat dalam suatu tim. Kedua, lakukan apapun yang diperlukan untuk melibatkan hati dan kepala orang-orang tersebut. Dalam sejarah, banyak pemimpin telah menggunakan tangan dan yang lain tidak sama sekali. Barangkali dari sanalah istilah hired hands (orang upahan) berasal.

Kemudian ada huruf R singkatan dari Reinvent Continuously. Disinilah nilai kreativitas pemimpin dilihat. Pemimpin harus bersedia menemukan kembali setidaknya ada tiga tahap. Tahap pertama, bersifat pribadi. Beberapa pertanyaan utama yang harus diajukan adalah “Bagaimana saya belajar dan tumbuh sebagai seorang pemimpin?” “Apa yang saya lakukan untuk mendorong orang-orang dalam kelompok saya agar terus menerus belajar dan menemukan kembali diri sendiri?”. Tingkat penemuan kembali yang kedua adalah sistem dan proses. Pertanyaan untuk diri sendiri dan anak buah kita adalah “Bagaimana kita melakukan pekerjaan tersebut?” Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik? Perubahan apa saja yang akan meningkatkan kemampuan kita untuk melayani pelanggan dan juga satu sama lain? Akhirnya yang ketiga, melibatkan struktur organisasi iu sendiri. Pertanyaan yang baik yang diajukan disini adalah,”Perubahan struktur mana saja yang perlu kita tempuh untuk menjadi lebih efisien dan efektif?”

Huruf V adalah singkatan dari Value Results and Relationship (Hargai Hasil dan Hubungan) Kita harus menghargai pelanggan kita lebih dahulu, dan nilai itu akan menuntun perilaku kita dan menjamin keberhasilan kita terus menerus. Apa yang tidak dimengerti kebanyakan orang ialah bahwa mereka dapat meraup hasil keuangan yang lebih tinggi kalau mereka mempunyai hubungan yang baik. Kita harus meningkatkan nilai hubungan dengan seorang mitra seperti halnya dengan hasil. Memimpin pada tingkat yang lebih tinggi mencakup hasil maupun hubungan.

Huruf E terakhir ialah Embody The Values (Mewujudkan Nilai) Ini adalah sesuatu yang mendasar dan berlangsung terus menerus. Kalau kita kehilangan kredibilitas sebagai pemimpin, potensi kepemimpinan kita akan sangat terbatas. Kita harus melakukan lebih daripada sekedar merumuskan nilai-nilai tersebut, kita tidak boleh hanya mengucapkannya, kita harus memperlihatkannya. Semua kepemimpinan sejati dibangun di atas kepercayaan. Salah satu adalah hidup konsisten dengan nilai-nilai yang kita akui. Kalau dikatakan bahwa pelanggan adalah penting, tindakan-tindakan kita seharusnya lebih mendukung pernyataan tersebut. Jika kita memilih untuk hidup seolah-olah pelanggan tidak penting, orang-orang akan mempunyai alasan untuk mempertanyakan kelayakan kita untuk dipercaya.

Akhirnya, bagi para pemimpin yang memimpin dengan tidak didasarkan pada kekuasaan atau jabatan sebaliknya, kepemimpinan yang lahir dari hati yang melayani, maka merekalah ilham bagi semua orang dan bagi calon pemimpin masa depan.

Komunikasi dalam Kelompok Kecil

Komunikasi Dalam Kelompok Kecil

SIFAT KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL
Komunikasi kelompok kecil terjadi ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya dibawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Inti dari definisi ini adalah bahwa masyarakat berinteraksi, mereka saling bergantung, dan saling mempengaruhi.

KELOMPOK BERKOMUNIKASI MELALUI TATAP MUKA Komunikasi kelompok kecil yang efektif menghendaki Anda untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui tatap muka. Interaksi yang berarti dapat berlangsung jika komunikasi melibatkan hal berbicara dan mendengar dalam lingkungan yang umum. Melalui pengenalan teknologi baru-komputer, mesin fax, telekonferensi, dan bentuk komunikasi cepat lainnya-masyarakat semakin terbiasa berkomunikasi dan menyokong hubungan tanpa kehadiran fisik orang lain. Bagaimanpun, komunikasi kelompok yang terbaik terjadi bila orang-orang dapat segera menanggapi komunikasi verbal dan nonverbal orang lain secara pribadi.

KELOMPOK MEMILIKI SEDIKIT PARTISIPAN Terdapat berbagai macam opini mengenai berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kelompok kecil, tetapi umumnya berdasarkan parameter luar adalah 3 dan 12 orang.. Sedangkan ukuran sebagian lainnya ditentukan oleh tujuan kelompok. Jika tujuannya untuk mendorong input individu, diperlukan jumlah anggota yang lebih kecil. Jika anggota –anggota hendak ditampakkan ke dalam berbagai sudut pandang, sebaiknya dibentuk kelompok yang lebih besar. Keanggotaan suatu kelompok harus cukup besar sehingga terdapat semua fungsi yang berorientasi pada tugas dan manusia yang dibutuhkan dalam penyelesaian pekerjaan. Lima sampai tujuh orang partisipan biasanya merupakan ukuran yang cukup bagi sebuah kelompok kerja. Kelompok ini tidak terlalu kecil untuk membagi sebuah tugas dan juga tidak terlalu besar untuk mencegah interaksi bebas diantara para anggota.
Zarda (1982) mengatakan, “Seseorang pembentuk kelompok pengambil keputusan akan membatasi besarnya kelompok dengan baik karena memberi dan menerima merupakan hal yang lebih cepat dan lebih tersebar luas dalam kelompok kecil dibandingkan kelompok besar.” Jumlah anggota yang ganjil mungkin umumya lebih disukai sehingga pada saat pemungutan suara akan terdapat kelebihan suara. Ketidaksetujuan dalam suatu kelompok bukan merupakan sifat tidak sehat, melainkan kelebihan suara justru dapat mengatasi jalan buntu pada saat pemungutan suara diperlukan.

SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK

SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK
Klasifikasi Kelompok dan Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi

Kelompok dapat diklasifikasikan dalam empat dikotomi, yaitu: primer, sekunder, ingroup-outgroup rujukan-keanggotaan, dan deskriptif-prespektif. Kelompok mempengaruhi perilaku komunikasi dalam 3 hal, yaitu: konformitas, fasilitas sosial, dan polarisasi.

Penelitian menunjukkan bahwa kelompok berkembang melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: orientasi, konflik, kemunculan (emergence), dan penguatan (reinforcement). Adanya kelompok juga menyebabkan terbentuknya budaya kelompok. Budaya kelompok ini berfungsi untuk: (1) membentuk identitas kelompok, dan (2) memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok.

Penelitian menunjukkan bahwa kelompok berkembang melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: orientasi, konflik, kemunculan (emergence), dan penguatan (reinforcement). Adanya kelompok juga menyebabkan terbentuknya budaya kelompok. Budaya kelompok ini berfungsi untuk: (1) membentuk identitas kelompok, dan (2) memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok


Efektivitas, Pengambilan Keputusan dan Konflik dalam Kelompok

Efektivitas kelompok dipengaruhi oleh dua factor, yaitu: factor situasional (karateristik kelompok dan factor personal (karateristik para anggota kelompok).

Faktor situasional meliputi:

  1. ukuran kelompok,

  2. jaringan komunikasi,

  3. kohesi kelompok,

  4. dan kepemimpinan.

Sedangkan factor personal meliputi:

  1. kebutuhan interpersonal,

  2. tindak komunikasi,

  3. peranan.

Aktivitas penting lainnya di dalam kelompok adalah pengambilan keputusan. Pengambilan dapat dilakukan dengan cara: consensus, kompromi, pengambilan suara mayoritas, keputusan oleh pemimpin, dan orbitrasi.

Konflik dalam kelompok tidak dapat dihindari. Ada dua dimensi penting dalam konflik, yaitu: ketegasan dan kerja sama. Jika dikombinasikan maka kedua dimensi tersebut menghasilkan lima gaya sikap.

Selasa, 17 Mei 2011

Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat dalam mengembangkan Kecakapan Komunikasi

Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat merupakan pengembangan dari Think-pair-share yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh Spencer Kagan. Anita Lie (Lie,2002:56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik.

Think-pair-share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama lain.

Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari tiga tahap yaitu:

Tahap 1 : Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka pelajari dan seterusnya sampai seluruh kelas.
Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis kelaminnya.
2. Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa,
3. Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berempat.
4. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa saat. Lalu kembali berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah beberapa waktu siswa diminta kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam mencari jawaban terbaik.
5. Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh siswa sampai ditemukan suatu kesimpulan.
Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk bekerja sama dalam menemukan penyelasaian dari suatu masalah, dan mereka mengkoordinasikan mereka agar saling berinteraksi. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa juga mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif dimana salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi agar tidak mengalami kedulitan dalam memberikan gagasannya.
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak akan efektif jika terjadi miskomunikasi dalam kelompok tersebut. Empat keterampilan komunikasi : mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan (Ibrahim, 2001:52) adalah penting untuk mengembangkan kecakapan berkomunikasi. Dalam tahapan Thingking, Pairing dan Sharing inilah, kecakapan siswa dalam berkomunikasi yang meliputi kecakapan mendengar, berbicara, membaca maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya ketika pembelajaran berlangsung akan terlihat. Adanya pemberian masalah dilakukan untuk melihat penguasaan dan pemahaman siswa mengenai materi matematika yang telah dipelajarinya.

Tugas dan Tanggung Jawab Menjadi Seorang Pemimpin

Saya mencoba menjelaskan, bahwa pemimpin itu banyak macamnya. Ada pemimpin olah raga, seperti misalnya pemimpin pemain sepak bola, bola basket, folly ball, dan lain-lain. Juga ada pemimpin lembaga pendidikan, seperti kyai pesantren, kepala sekolah, pemimpin perguruan tinggi yang disebut dengan rektor. Ada juga pemimpin pemerintahan, atau seringkali disebut pejabat, dari yang terbawah sampai yang tertinggi, mulai kepala desa, atau lurah, camat, bupati, wali kota gubernur sampai presiden. Selain itu ada pemimpin perusahaan, usaha apa saja, misalnya tekstil, perusahaan rokok, perusahaan mobil, perusahaan, perbankan, asuransi, transportasi. Contoh-contoh tersebut, tentu yang dikenal bagus. Sebab selain itu juga ada pemimpin komunitas yang tidak bagus, yang tentu tidak perlu ditambahkan di sini. Dan, tentu saja yang dicita-citakan anak muda yang disebutkan di muka adalah pemimpin yang bagus-bagus itu.

Kemudian saya menjelaskan bahwa seorang pemimpin, agar kepemimpinannya sukses harus memiliki beberapa modal sebagai bekalnya. Di antaranya, pertama, seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan. Seseorang ingin menjadi pemimpin, tetapi jika ia tidak memiliki jiwa kepemimpinan juga akan repot sendiri. Pemimpin itu harus kaya ide, semangat tinggi untuk mewujudkan idenya itu, sabar, ikhlas, suka berkorban dan tentu saja memiliki pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk komunitas yang dipimpinnya. Misalnya sebagai pemimpin bank, ia harus tahu tentang perbankan. Pemimpin perusahaan asuransi, ia juga harus memiliki pengetahuan tentang ke asuransian dan seterusnya.

Kedua, seorang pemimpin adalah orang yang bisa mencintai semua bawahannya. Ia harus bisa membagi cintanya, setidak-tidaknya kepada semua orang yang dipimpinnya. Kalimat ini mudah diucapkan dan seolah-olah bisa dimiliki oleh semua orang. Akan tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari, ternyata tidak semua orang yang dipimpin mudah diatur, mengikuti dan mau menjalankan tugas-tugas yang seharusnya diselesaikan olehnya. Anak buah, sebagai manusia biasa, tidak jarang lupa, salah, kurang semangat bekerja dan bahkan juga sesekali membantah, mengkritik dan sampai berani melawan. Sebagai seorang pemimpin harus mampu menghadapi perilaku bawahan apapun sikap-sikap, karakter, watak yang dimilikinya. Mencinai orang yang mencitainya mudah, tetapi tidak gampang bagi siapapun mencintai orang yang sulit diatur dan bahkan memusuhinya.

Seorang pemimpin rasanya tepat jika diumpamakan sebagai seorang pawang binatang buas dalam permainan circus . Pawang mampu membikin permainan indah dari binatang buas. Padahal binatang tersebut selalu memiliki keinginan menerkam, tetapi seorang pawang justru bisa menaklukkan dan memanfaatkan kelebihan singa dan binatang buas lainnya menjadi tontonan yang indah. Seorang pawang tidak pernah segera membunuh binatang piaraannya, hanya karena binatang-binatang itu membahayakan. Bahkan sebaliknya, pawang itu justru menyenangi binatang-binatang buas itu. Dan jika berhasil melatih dan memimpinnya, ia merasa berpretasi. Sebagai pawang singa, juga tidak tertarik jika perannya diganti menjadi pawang kelinci, kucing atau bahkan pawang itik atau bebek. Siapapun tidak pernah mau dan juga tidak akan dihargai sebatas sebagai pawang binatang jinak ini.

Ketiga, sebagai seorang pemimpin harus mengetahui siapa dan akan dibawa ke mana komunitas yang dipimpinnya. Pemimpin tim olah raga, seperti sepak bola, bola folly, basket dan seterusnya kiranya tidak sulit menentukan akan dibawa ke mana timnya itu. Pemimpin olah raga selalu bercita-cita agar suatu ketika meraih juara. Atas dasar pemahamannya terhadap kekuatan tim yang dipimpinnya, ia akan memiliki target-target yang ingin diraih. Misalnya suatu ketika ingkin meraih juara tingkat RT, kemudian juara tingkat desa, selanjutnya secara berturut-turut juara kecamatan, kabupaten, propinsi, juara nasional dan bahkan suatu ketika ingin menjadi pemimpin tim olah raga tingkat dunia. Tingkatan apa yang ingin diraih, seolah pemimpin juga bisa mengukur kemampuan dirinya dan juga anggota tim pemainnya. Misalnya, belum pernah menjuarai tingkat desa, lalu mendaftarkan diri mengikuti kejuaraan tingkat propinsi, maka akan ditertawakan orang. Sedemikian mudah merumuskan visi dan misi pemimpin olah raga. Dan tentu tidak sedemikkian mudah merumuskannya kepemimpinan di bidang lain, misalnya pemimpin pemerintahan, pemimpin partai politik, perusahaan termasuk juga pemimpin perguruan tinggi.

Pemimpin perguruan tinggi misalnya, ternyata tidak semuanya mampu dan berhasil merumuskan visi dan misi secara jelas. Banyak pemimpin perguruan tingi ternyata gagal sebatas hanya merumuskan itu. Tidak sedikit orang kemudian berkomentar terhadap seseorang pimpinan perguruan tinggi yang sudah sekian lama memimpin, tetapi tidak mampu merubah institusinya. Orang kemudian mengomentari atas kegagalannya itu dengan mengatakan bahwa pemimpin tersebut tidak memiliki visi dan misi yang jelas. Pemimpin perguruan tinggi tersebut tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Ia hanya sebatas mampu menampilkan diri sebagai pejabat, dan bukan sebagai seorang pemimpin, dan seterusnya.

Sementara orang, kadangkala membedakan antara pejabat dan pemimpin. Pejabat biasanya hanya menangani jenis pekerjaan yang sepele, misalnya membuat program tahunan, mengusulkan besarnya anggaran yang dibutuhkan ke atasan, membagi tugas, menjalankan core bisness dan melaporkan hasilnya setiap tahun. Sedangkan pemimpin tidak sebatas melakukan peran-peran itu. Di kepala pemikmpin harus penuh dengan imajinasi, cita-cita, mimpi-mimpi dan gambaran ke depan. Pekerjaan seperti itu ternyata tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Tidak sedikit orang yang miskin cita-cita, imajinasi, mimpi-mimpi dan cita-cita. Belum lagi tiak sedikit pemimpin yang hanya memiliki “aku” kecil. Pada hal pemimpin harus memiliki “aku” besar, yaitu “aku” yang jauh melampaui dirinya.

Penyandang aku besar biasanya tidak saja berpikir untuk diri dan keluarganya. Konsep ini sepele, tetapi sesungguhnya memiliki makna yang mendalam. Pemilik aku kecil tidak akan bisa menjangkau kebutuhan yang diinginkan oleh seluruh anak buahnya. Sebaliknya ia hanya akan berpikir tentang kebutuhannya sendiri, atau jika agak melebar kebutuhan keluarganya. Orang yang beraku kecil anak buahnyha dijadikan sebagai alat untuk memuaskan dirinya. Orang lain yang berposisi sebagai bawahannya diperlakukan sebagai anak buah, buruh pembantu dan bahkan babunya. Anak buah bagi pemimpin yang ber aku kecil, keberadaannya dipandang rendah. Karena itulah maka tidak perlu mendapatkan perhatian yang cukup. Pemimpin seperti ini tidak mau menyisihkan waktunya untguk memikirkan kesejahteraan mereka. Cara memanggil saja, biasanya tgidak menggunakan sapaan yang hormat, cukup menyebut namanya, tanpa memberi identitas kehormatan seperti Pak, Mas dan seterusnya.

Beda dengan pemimpin yang menyandang aku kecil, pemimpin ber “aku” besar, mereka tidak saja berpikir tentang dirinya, melaikan seharĂ­-hari berpikir untuk mengembangkan dan membesarkan anak buahnya. Semua anak buah diberlakukan sebagai pihak-pihak yang memerlukan perhatian dan harus dibesarkan dalam pengertian luas. Pemimpin yang memiliki aku besar, ia sadar bahwa keberhasilannya membesarkan kampus atau lembaga yang dipimp;innya, harus melewati jalan strategis. Jalan strategis yang dimaksudkan itu adalah membesarkan anak buahnya itu. Logika yang digunakan adalah, jika semua anak buahnya menjadi besar ------gaji cukup, pengetahuanh luas, kesejahteraan terjamin, masa depannya jelas dan seterusnya, maka ia akan bekerja keras dan berkualitas, yang ujung-ujungnya kemudian adalah lembaga yang dipimpinnya akan cepat menjadi besar. Inilah pemimpin yang memiliki “aku” besar itu. Ia akan membesarkan seluruh orang yang dipimpinnya.

Jika kepemimpinan adalah seperti ini, maka benar apa yang ditakan di muka bahwa pemimpin memerlukan jiwa kepemimpinan. Selain itu dia harus memiliki “aku” yang lebih besar. Pemimpin bukan seseorang yang hanya akan mendapatkan keuntungan yang bersifat materi atas imbalan dari posisinya sebagai seorang pemimpin. Pemimpin juga tidak boleh hanya berangan-angan agar tatkala menjadi pemimpin agar memiliki gaji yang jumlahnya paling besar, bisa banyak istirahat, makan bergizi, tidur nyenyak, dan menyandang lambang-lambang kebesaran lainnya. Pemimpin agar meraih kesuksesan dalam memimpin justru harus hidup prihatin dan banyak tirakat. Ia harus sanggup mengurangi tidur, membatasi makanan, membatasi istirahat dan lain-lain. Sebagai bentuk tirakat itu misalnya mengurangi tidur, puasa senin kamis dan bahkan puasa dawud, menjauhi hal-hal yang sifatnya hanya sebatas memerdekakan hawa nafsu. Pemimpin sebenarnya, dengan ilustrasi seperti itu, hidupnya menjadi tidak lebih leluasa dan nikmat dari yang dipimpinnya.

Penjelasan yang panjang lebar saya berikan seperti itu, maka anak muda tadi rupanya baru menjadi mengerti bahwa para pemimpin yang kemudian dihormati orang, kata-katanya didengarkan, dicari dan dicintai banyak orang, ternyata memang tidak mudah dijalani. Pemimpin tidak seperti kebanyakan orang lainnya. Ada hal-hal yang orang lain menjalinya dianggap biasa, tetapi tidak selayaknya hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus mau berkorban, menanggung resiko, banyak ide, pandai berkomunikasi membangun jaringan, pemimpin harus bersedia membagi-bagi cintanya kepada siapapun, baik mereka yang disukai maupun kepada yang dibenci sekalipun. Menolong orang yang dicintai adalah mudah, tetapi pemimpin juga harus mau menolong orang yang sehari-hari mengritik, mencaci maki dan bahkan membenci sekalipun. Inilah tugas dan tanggung jawab pemimpin yang sesungguhnya. Allahu a’lam.

Rabu, 04 Mei 2011

Dasar - dasar Perilaku Kelompok dan Memahami Tim Kerja

Dasar - dasar Perilaku Kelompok dan Memahami Tim Kerja

Kelompok
adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling mencapai sasaran tertentu.
  • Kelompok formal adalah suatu kerja yang ditandai yang didefinisikan oleh struktur organisasi.
  • Kelompok informal adalah suatu kelompok yang atau tidak terstruktur secara formal atau tidak ditetapkan secara organisasi, muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial.

Orang bergabung ke sebuah kelompok karena:

    • Keamanan : dengan bergabung dalam suatu kelompok, individu-individu dapat mengurangi ketidak-amanan berdiri sendiri. Orang-orang merasa lebih kuat, ragu-diri mereka lebih sedikit, dan lebih tahan terhadap ancaman bila mereka merupakan bagian dari suatu kelompok.
    • Status : tercakup dalam suatu kelompok yang dipandang penting oleh orang lain, memberikan pengakuan dan status bagi anggota-anggotanya.
    • Penghargaan diri : kelompok-kelompok dapat memberikan kepada orang perasaan penghagaan diri, artinya disamping menghantar status kepada mereka yang berada di luar kelompok, keanggotaan dapat juga memberikan perasaan berharga yang meningkat kepada anggota-anggota itu sendiri.
    • Pertalian : kelompok-kelompok dapat memenuhi kebutuhan sosial. Orang menikmati interaksi teratur yang mengiringi keanggotaan kelompok. Bagi banyak orang interaksi ditempat kerja ini merupakan sumber utama mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pertalian.
    • Kekuasaan : apa yang tidak dapat dicapai secara individual sering menjadi mungkin lewat tindakan kelompok. Ada kekuatan dalam banyak orang.
    • Prestasi baik : sering ketika diperlukan lebih dari satu orang untuk mencapai suatu tugas tertentu-ada kebutuhan untuk mengumpulkan bakat, pengetahuan, atau kekuatan agar suatu pekerjaan terselesaikan.

    Pentingnya organisasi memperhatikan terhadap efektifitas kelompok yaitu:

    • Agar suatu kelompok dapat mendorong lajunya suatu organisasi sehingga organisasi harus memperhatikan efektifitas kelompok. Karena efektifitas kelompok sangat berpengaruh terhadap organisasi. Dalam setiap kelompok akan memberikan masukan atau saran yang akan membangun kinerja organisasi. Kelompok juga akan memberikan solusi kepada organisasi bagaimana menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi organisasi. Dan apabila efektifitas kelompok menurun maka kinerja organisasi juga menurun, sebab kelompok merupakan bagian dari organisasi.

Metode/cara pengambilan keputusan ada 4(empat),yaitu:

  • Sumbang saran adalah suatu proses penimbulan gagasan yang secara khusus mendorong setiap dari semua alternatif-alternatif itu.
  • Teknik kelompok nominal adalah suatu metode pengambilan keputusan kelompok dalam mana anggota-anggota individual bartemu tatap muka untuk mengumpulkan pertimbangan mereka dalam suatu cara yang sistematik tetapi tidak saling bergantung.
  • Teknik Delphi adalah suatu metode keputusan kelompok dalam mana anggota-anggota individual, yang bertindak secara terpisah, mengumpulkan pertimbangan mereka dalam suatu cara yang sistematik dan tidak saling bergantung.
  • Pertemuan elektronik adalah pendekatan paling baru, pengambilan keputusan kelompok memadukan teknik kelompok nominal dengan teknologi komputer yang canggih.

Keuntungan pengambilan keputusan kelompok antara lain:

  • Informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap dengan mengumpulkan sumber dari beberapa individu, membawa lebih banyak masukan ke dalam proses keputusan.
  • Keanekarangaman pandangan yang meningkat. Disamping lebih banyak masukan kelompok dapat membawa heterogenitas pada proses keputusan.
  • Penerimaan baik suatu pemecahan yang meningkat. Ini berarti lebih banyak dukungan untuk keputusan itu dan keputusan yang lebih tinggi diantara mereka yang diminta untuk melaksanakannya.
  • Legitimasi yang meningkat masyarakat dengan metode demokratis. Proses pengambilan keputusan kelompok konsisten dengan cita-cita demokratis dan dipersepsikan sebagai lebih sah daripada keputusan yang diambil seorang tunggal(individu).
  • Informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap dengan cara mengumpulkan sumber daya dari beberapa individu, kita membawa lebih banyak masukan kedalam proses keputusan.
  • Keanekaragaman pandangan yang meningkat disamping lebih banyak masukan kelompok dapat membawa heterogenitas.

Kekurangan pengambilan keputusan kelompok antara lain:

  • Menghabiskan waktu. Diperlukan waktu untuk mengumpulkan suatu kelompok. Interaksi yang lebih terjadi sekali kelompok itu lebih berkumpul seringkali tidak efisien. Hasilnya adalah bahwa kelompok menghabiskan lebih banyak waktu umtuk mencapai suatu pemecahan masalah daripada jika seorang individu mengambil keputusan.
  • Tekanan untuk sesuai. Hasrat dari anggota kelompok untuk diterima baik dan dianggap sebagai suatu harta bagi kelompok itu dapat mengakibatkan dihentikannya setiap ketidaksepakatan lahir, jadi mendorong ketidaksesuaian(konformitas) diantara pandangan-pandangan.
  • Dominasi oleh beberapa orang. Diskusi kelompok dapat dikuasai oleh satu atau beberapa anggota jika koalisi dominasi ini tersusun atas anggota dengan kemampuan rendah atau sedang, keefektifan keseluruhan dari kelompok akan menderita.
  • Tanggung jawab yang kembar arti. Anggota-anggota kelompok berbagi tanggung jawab, tetapi siapa yang sebenarnya pantas dimintai pertanggung jawaban untuk hasil akhir.
  1. norma-norma kelompok dapat mempengaruhi perilaku individu
  1. Jika norma itu mempermudah tahan hidupnya kelompok itu.

Kelompok tidak ingin gagal, jadi mereka berusaha memperkuat norma-norma yang meningkatkan peluang mereka untuk sukses. Ini berarti mereka akan mencoba melindungi diri dari campur tangan dari kelompok.

  1. Jika norma itu meningkatkan kedapatramalan dari perilaku anggota-anggota kelompok.

Norma yang meningkatkan kedapatramalan memungkinkan anggota kelompok untuk mengantisipasi tindakan satu sama lain dan mempersiapkan respon yang benar.

  1. Jika norma mengurangi masalah antarpribadi yang memalukan untuk anggota kelompok.

Norma penting jika memastikan kepuasan anggota mereka dan mencegah ketidaknyamanan antar pribadi sebanyak mungkin.

  1. Jika norma itu memungkinkan anggota untuk mengungkapkan nilai-nilai sentral dan memperjelas apa yang membedakan(distingtif) mengenai identitas kelompok.

Norma yang mendorong pengungkapan nilai-nilai kelompok dan identitas destingtif membantu memperkokoh dan memelihara kelompok itu.

Tim kerja adalah kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja lebih besar daripada jumlah dari masukan-masukan individual.

Perbedaan antara tim dengan kelompok yaitu kelompok tidak perlu atau berkesempatan untuk melakukan kerja kolektif yang menurut upaya gabungan. Tidak ada sinergi positif yang akan menciptakan suatu tingkat keseluruhan kerja yang lebih besar daripada jumlah masukan-masukan. Sedangkan tim membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang koordinasi. Upaya-upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual.